Sejarah Enting-enting Gepuk, Dulu Dibuat di Kelenteng dan Dibungkus Klobot
Kota Salatiga di Jawa Tengah menyajikan hidangan lokal yang seringkali nikmat yaitu Gepuk Enting-enting. Makanan revolusioner ini punya sejarah menarik, berikut penjelasannya. Kota Salatiga merupakan kota kecil yang terletak di antara Boyolali, Semarang dan Magelang. Meski tidak sebesar daerah lain, namun kekayaan pangannya tidak jauh berbeda. Misalnya saja makanan berat seperti soto esto, tokek kambing, dan sate sapi. Sedangkan untuk jajan atau santapannya ada gethuk kethek dan gepuk yang masuk. Di bawah ini akan kita bahas mengenai sejarah gepuk enting-enting yang dikutip dari laman Dinas Pariwisata Kota Salatiga dalam skripsi “Sejarah Makanan Tradisional Salatiga, Studi Kasus gepuk enting-enting dan persaingan usaha antara warga muslim dan warga non-Muslim.Muslim tahun 2000-2010' (2017) oleh Muhammad Sofi Soleh dari IAIN Salatiga.
Apa yang masuk ke dalam Gepuk Salatiga? Gepuk adalah makanan penutup lezat yang terbuat dari kacang tanah, gula pasir, air, dan vanila. Bentuknya seperti prisma segitiga sama kaki dan dibungkus kertas, merupakan monumen Salatiga. Disebut gepuk karena proses pembuatannya dipecah-pecah hingga halus hingga semua bahan tercampur. Rasanya manis dan asin serta memiliki rasa khas kacang yang sangat kuat, dan dibuat tanpa bahan pengawet atau pewarna. Gepuk enting-enting terbagi menjadi dua jenis yaitu kulit dan kain. Kulitnya memiliki tekstur yang kencang, kencang, dan rasa manis karena kandungan gulanya yang tinggi. Sedangkan lapisan isiannya adalah kacang tanah yang dihaluskan.
Kini, gepuk enting-enting hadir dalam berbagai bentuk. Ada yang varian rasa durian, jeruk, coklat, dan jahe. Ada pula variasi gepuk yang menggunakan gula merah sehingga memberikan kesan rasa yang kurang manis dibandingkan menggunakan gula pasir. Selain itu, ada variasi lain dengan bahan lain seperti wijen dan kelapa.
Sejarah Gepuk Enting-enting
Pertama, seorang pendatang dari Fukikian Tiongkok, Khoe Choeng Hok, mulai membuat gepuk enting. Khoe Choeng Hok memulai usahanya pada tahun 1920 dan proses produksinya pertama kali dilakukan di Klenteng Hok Tek Bio No. 13, Salatiga. Klenteng ini dipilih sebagai tempat produksi karena Khoe Choeng Hok bekerja sebagai penjaga Klenteng Hok Tek Bio. Karena pembuatannya dimulai pertama kali di kelenteng, maka tanda gepuk masuk menggunakan nama "Klenteng & 2 Hoolo" dan tulisan "Khoe" di sebelah kanan hoolo dan tulisan "xiong di jie mai" di sebelah kanan. halo. Hal ini menunjukkan hubungan persaudaraan (kakak, adik) antara Khoe dan Xiong Di Ji Mai yang mencerminkan kreativitas keluarga Khoe. Hoolo sendiri adalah kata Cina untuk pot berbentuk labu.
Sepeninggal Khoe Tjong Hok, pembuatan gepuk enting-enting sudah tidak diperbolehkan lagi di dalam kuil. Putra-putra Khoe Tjong Hok sendiri yang melanjutkan pekerjaannya. Khoe Tjong Hok meninggalkan empat orang anak yang kini terjun dalam bisnis gepuk dengan token yang sama. Warga Salatiga bisa menemukan produk "Klenteng & 2 Holoo" di berbagai tempat.
Pengembangan Gepuk Enting-enting
Pada mulanya kemasan enting-enting gepuk masih dikomersialkan dengan menggunakan sekam (jerami jagung) hanya dengan menggunakan tampah dan blek atau kaleng. Penjualan terbatas pada desa dan sekitarnya.
Berbeda sekali dengan zaman sekarang yang mana gepuk enting-enting diikat dengan kertas dan dijual di berbagai toko oleh-oleh. Gepuk yang masuk kini sudah menyebar ke berbagai kota di sekitar Salatiga, antara lain Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali bahkan Solo.
Perkembangan gepuk masuk dengan cepat, dan salah satu putra Khoe Tjong Hok menjadi produsen Salatiga yang dulunya hanya merupakan usaha keluarga, namun kini menjadi perusahaan setengah milik. Hal ini disebabkan tingginya permintaan oleh-oleh atau jajanan.
Demikian informasi tentang sejarah enting-enting gepuk Salatiga. Semoga membantu!